Pengetahuan Produk
08 October 2020
Menjaga Kelestarian Lingkungan dengan Menerapkan Budidaya Pertanian Organik yang Dikenal dengan Organic Farming System
Oleh : Yan Ramona, Ph.D.
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang melampaui laju produksi pangan, telah mendorong pemerintah untuk melakukan berbagai usaha, seperti mengipor bahan pangan dan menerapkan teknologi bidang pertanian supaya kebutuhan pangan dalam negeri dapat tercukupi. Penerapan panca usaha tani merupakan salah satu usaha penerapan teknologi pertanian untuk menggenjot hasil pertanian secara intensif yang diterapkan sejak era orde baru (pemerintahan presiden Suharto). Usaha ini memang terbukti secara cepat dapat mempersempit jurang (gap) antara pertumbuhan penduduk dengan laju produksi pangan, walaupun sebagian kebutuhan pangan rakyat masih diimpor dari berbagai negara, seperti Thailand dan Vietnam. Bahkan sekitar tahun 80 an, Indonesia sempat menikmati era swasembada pangan sebagai akibat dikombinasikannya intensifikasi pertanian dengan ekstensifikasi, dan ditunjang juga oleh berhasilnya program keluarga berencana (KB) ketika itu.
Dengan berjalannya waktu, terjadilah pergeseran paradigma di masyarakat, seperti semakin berkurangnya minat generasi muda untuk menekuni bidang pertanian, karena mereka lebih tertarik untuk menekuni pekerjaan lain yang dianggapnya lebih prestisius. Hal ini membuat Indonesia kembali menjadi salah satu negara pengimpor pangan di Asia. Sejalan dengan waktu, gap antara pertumbuhan penduduk dengan kemampuan produksi pangan kembali melebar, karena program KB juga seolah-olah mulai dilupakan, walaupun intensifikasi pertanian (panca usaha tani) masih tetap dipertahankan.
Dalam panca usaha tani, sistem pengendalian hama dan menyuburkan tanah pertanian cenderung menggunakan materi yang berbasis bahan kimia. Memang tidak bisa disangkal bahwa membasmi hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan senyawa-senyawa tersebut secara cepat (instant) dalam membunuh semua hama dan penyakit dalam waktu yang sangat singkat. Demikian juga penerapan pupuk anorganik dalam pertanian secara cepat dapat meningkatkan hasil pertanian. Namun, pemakaian senyawa kimia (terutama pestisida kimia) yang berlebih dalam waktu lama akan meninggalkan residu yang terakumulasi didalam tanah dan membunuh semua biota yang ada didalamnya tanpa terkecuali. Hal ini menjadi titik awal ketidakseimbangan ekosistem tanah pertanian yang sebenarnya sudah terjadi berabad-abad selama pertanian tradisional diterapkan oleh masyarakat.
Di Indonesia, khususnya di Bali, petani kita sebenarnya telah menerapkan metoda bercocok tanam secara arif dan bijak dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada. Salah satu metoda yang telah dipraktekkan selama berabad-abad adalah pertanian dengan sistem pergantian pola tanam yang dikenal dengan istilah crop rotation. Dalam sistem ini, para petani melakukan penanaman tanaman hortikultura yang digilir antara tanaman padi, palawija, dan kacang-kacangan. Mereka mengetahui secara turun temurun bahwa metoda ini secara empiric dapat menekan munculnya penyakit tanaman, walaupun mereka tidak mengetahui penjelasan ilmiah dibalik aktivitas yang mereka lakukan. Penerapan sistem pergantian pola tanam ini, kontrol penyakit tidak menggunakan pestisida bahan kimia, karena hanya mengandalkan keseimbangan populasi mikroba yang ada didalam area pertanian tersebut. Dalam ekosistem yang seimbang, alam telah mengatur keseimbangan antara patogen tanaman dengan musuh alaminya. Dalam sistem tersebut terjadi proses kontrol yang disebut dengan kontrol biologi (Biological control). Secara ilmiah dalam 3 dekade ini, metode crop rotation ini telah terungkap secara jelas, bahwa terjadi pemutusan daur hidup penyebab penyakit ketika dilakukan pergantian jenis tanaman yang ditanam di suatu tempat. Pemakaian pestisida kimia dalam intensifikasi pertanian menyebabkan banyak mikroba yang menjadi musuh alami patogen menjadi hilang atau punah dari area pertanian. Disamping itu, banyak strain baru patogen muncul dan resisten terhadap pestisida bahan kimia yang sudah ada. Akibatnya terjadilah ledakan serangan penyakit pada tanaman hortikultura di seluruh dunia, dan menyebabkan berkurangnya efektivitas pestisida yang sebelumnya memberikan hasil maksimal. Fenomena ini mengejutkan ilmuwan dunia dan mendorong mereka untuk kembali ke alam (back to nature) dan secara perlahan meninggalkan senyawa berbau kimia dalam mengendalikan patogen tanaman.
Di negara-negara maju di dataran Eropa, Amerika, dan Australia, penggunaan pestisida kima secara perlahan tapi pasti sudah dikurangi sejak tahun 2003. Bahkan senyawa metil bromide yang dulu dianggap paling efektif dalam membasmi penyakit tanaman sudah dihapuskan di negara-negara maju sejak tahun 2004, karena efek negative senyawa tersebut terhadap lingkungan lebih banyak daripada efek positifnya. Senyawa ini juga pernah di klaim sebagai penyumbang/contributor utama rusaknya lapisan ozon (perisai bumi dari paparan sinar UV yang sangat berbahaya bagi kesehatan).
Selain pestisida kimia, pemanfaatan pupuk anorganik dalam sistem pertanian juga banyak menyebabkan dampak negative bagi lingkungan. Pemakaian secara berlebih yang tidak sesuai takaran menjadikan komponen posfat dan nitrogen yang terdapat dalam pupuk anorganik memasuki badan air ketika musim hujan datang. Akumulasi bahan-bahan ini didalam perairan dapat memacu pertumbuhan berlebih algae dan ganggang pada peairan dan lambat laun menyebabkan terjadinya pendangkalan sistem perairan tersebut. Contoh nyata yang dapat kita amati adalah pendangkalan danau Buyan yang ada di daerah Bedugul, yang disebabkan oleh aktivitas pertanian disekitar danau, dimana pupuk N,P,K dipakai untuk perkebunan strawberry didaerah tersebut. Ketika musim hujan datang, terjadilah hanyutan (leachate) kelebihan pupuk menuju kedalam danau dan menyebabkan pertumbuhan berlebih (blooming) tumbuhan perairan. Lambat tapi pasti, luasan danau Buyan terus mengalami penurunan akibat terjadinya proses
Eutrophication. Bila hal ini tidak segera ditangani, maka danau Buyan yang luasnya sudah sangat berkurang ini akan berubah menjadi daratan. Dampak lanjutan dari hilangnya danau ini (berubah menjadi daratan) adalah berkurangnya cadangan air permukaan, yang selama ini dipakai sebagai sumber air minum dan keperluan lainnya. Kejadian serupa juga terjadi hampir di seluruh belahan dunia, sehingga banyak sistem perairan (danau dan rawa) telah berubah menjadi daratan. Hal ini memicu terjadinya fenomena kekurangan air yang semakin meningkat, terutama di kota-kota besar. Oleh karena itu, semua sector harus bekerja sama satu sama lainnya untuk tetap menjaga kelestarian sumber daya alam, supaya alam ini juga dapat dinikmati oleh anak cucu kita dimasa yang akan datang. Eksploitasi dan eksplorasi alam harus dilakukan dengan bijak (wise) supaya sustainabilitas alam dapat dipertahankan.
Banyaknya efek negative dari penerapan pestisida dan pupuk kimia terhadap lingkungan telah mendorong berbagai penelitian untuk mencari metoda alternative yang lebih ramah lingkungan untuk menanggulangi penyakit tanaman hortikultur dan meningkatkan kesuburan tanah pertanian. Untuk mengganti pestisida kimia, penelitian yang mengarah pada pemakaian musuh alami patogen sangat intensif dilakukan diseluruh dunia, terutama di negara-negara maju yang masyarakatnya sudah dapat melihat secara nyata dampak negative senyawa kimia terhadap kesehatan lingkungan. Mereka cenderung membeli produk yang dikembangkan secara organic daripada yang diprosuksi dengan menggunakan bahan-bahan kimia, walaupun harganya jauh lebih mahal. Kampanye ini menyebar keseluruh dunia (termasuk Indonesia), sehingga lambat laun semakin banyak permintaan produk organic dipasaran. Dalam sepuluh tahun terakhir, di Bali sudah mulai dikembangkan berbagai produk yang memasang label produk organic pada kemasan bahan makanan, seperti beras organic, telur organic, dan sayuran dan buah organic. Pangsa pasar dari produk organic juga sangat jelas, biasanya dari kalangan kelas atas dan wisatawan mancanegara yang berasal dari negara maju. Walaupun harganya cenderung jauh lebih mahal, minat mereka untuk membeli produk organic sangatlah tinggi, sehingga semua produk organic tersebut terserap dipasaran.
Penggunaan musuh alami dalam mengontrol penyakit tanaman sudah pasti dapat menekan laju pencemaran lingkungan oleh bahan kimia yang mempunyai waktu peluruhan yang sangat panjang. Residu bahan kimia ini dapat bertahan hingga puluhan tahun lamanya di dalam tanah. Hasil-hasil penelitian biokontrol ini sudah banyak yang terhilirisasi, dan dijual secara massive untuk pengembangan sistem pertanian organic. Salah satu merk dagang produk sel hidup yang mudah ditemukan di took-toko pertanian adalah Dipel® yang didalamnya terkandung bakteri Bacillus thuringiensis. Penulis pernah mengisolasi bakteri yang terdapat pada produk ini ketika menyelesaikan studi S3 di Australia. Dalam beberapa uji laboratorium, bakteri ini dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman yang diisolasi di Australia. Di ITB, khususnya di SITH, riset biokontrol ini dipelopori oleh Prof. I Nyoman P. Aryantha, dan beberapa isolat sudah berhasil dipatenkan dan diproduksi secara masal.
Dari pengamatan dan penelitian yang penulis lakukan tentang biokontrol ini, memang dalam prakteknya masih banyak kendala yang dihadapi, seperti metoda penyimpananya, aplikasinya dilapangan masih relatif lebih sulit jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia, atau efektivitas nya sulit diprediksi. Kendala-kendala ini tentu perlu mendapat perhatian dari kalangan peneliti agar menjadi lebih praktis dalam pemakaiannya. Hal inilah yang menyebabkan mahalnya biaya operasional penerapan biokontrol pada sekala lapangan. Namun, bila dibandingkan dengan dampak positif yang dihasilkan dimasa yang akan datang, aplikasi biokontrol dalam penanggulangan patogen menjadi tidak ternilai (invaluable), karena berpotensi untuk mengembalikan kondisi keseimbangan alam seperti pada era sebelum bahan kimia masuk dalam sector pertanian. Dengan kondisi baru yang tercipta, kelestarian alam akan menjadi paradigma baru dimasa yang akan datang, melalui pengurangan dosis pestisida kimia, dan bila perlu menghapuskan penggunaan pestisida kimia dalam bidang pertanian.
Pokok bahasan lain yang perlu dibahas adalah pengembalian kesuburan tanah yang selama ini dipenuhi dengan aplikasi pupuk anorganik. Seperti diuraikan diatas bahwa ada beberapa dampak negative yang dapat ditimbulkan oleh aplikasi pupuk anorganik dalam jangka waktu lama pada bidang pertanian. Beberapa testimony petani juga menyebutkan bahwa pupuk anorganik ini menyebabkan tanah menjadi keras dan porositasnya berkurang, sehingga kemampuan tanah dalam memegang air (water holding capacity tanah) menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan hanyut nya pupuk dari permukaan tanah pada musim penghujan dan tanah akan menjadi kritis sumber hara. Disamping itu, suplay oksigen untuk akar menjadi berkurang (akibat penurunan porositas tanah), sehingga akan menurunkan tingkat kesehatan tanaman yang tumbuh di atasnya.
Untuk mengatasi permasalahan pupuk ini, di negara-negera maju (dan beberapa daerah di Indonesia, termasuk Bali) pengampu kebijakan mempropagandakan penggunaan pupuk organic, yang dikemas dalam bentuk cair atau dalam bentuk padat (kompos). Dalam bahasan ini akan difokuskan pada kompos yang merupakan ranah penelitian penulis ketika menyelesaikan studi S3. Kompos merupakan produk penguraian materi organic yang dilakukan oleh mikroba yang terdapat pada sampah organic. Sampah organic dapat berasal dari limbah dapur, kebun, hasil penebangan pohon perindang yang sudah dianggap tua, limbah industry perikanan, urin, atau kotoran ternak. Semua bahan tersebut yang bila dicampur dengan komposisi sesuai, maka akan mengaktifkan mikroba yang ada didalamnya untuk menggunakan materi organic dan memecahnya menjadi mineral yang diperlukan tanaman. Biasanya diperlukan waktu minimal 2 sampai 3 bulan untuk proses pematangan kompos untuk dapat dijadikan pupuk organic. Manfaat pemanfaatan kompos sebagai pupuk organic antara lain: dapat meningkatkan kegemburan tanah, meningkatkan water holding capacity, dan meningkatkan porositas tanah. Secara garis besar, aplikasi kompos dalam bidang pertanian akan membantu dalam meningkatkan karakteristik tanah untuk bidang pertanian yang berkelanjutan.
Pada kompos yang matang, kita dapat menemukan berbagai macam mikroba yang bersifat antagonis pada patogen tanaman. Keberadaan mikroba ini di dalam kompos memungkinkan peran ganda kompos dalam bidang pertanian, yaitu (1) sebagai sumber nutrisi dan mineral pertumbuhan bagi tanaman, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah, (2) sebagai biopestisida karena mengandung mikroba penghambat pertumbuhan patogen tanaman (suppressive compost), dan (3) sebagai sumber hormone pertumbuhan tanaman, karena banyak diantara mikroba dalam kompos dilaporkan mempunyai kemampuan menghasilkan hormone pengatur tumbuh pada tanaman (auxin). Hasil penelitian sekala rumah kaca penulis menunjukkan bahwa pemberian kompos pada tanaman salada secara nyata meningkatkan laju pertumbuhan tanaman ini. Gambar berikut menunjukkan dampak positif kompos pada pertumbuhan tanaman salada yang ditumbuhkan di rumah kaca.
Kedua baris tanaman tersebut mempunyai umur yang sama, dimana pot pada baris sebelah kiri merupakan tanaman yang diberi kompos, dan yang di kanan tanpa pemberian kompos. Tampak jelas pada gambar bahwa terdapat perbedaan laju pertumbuhan yang sangat nyata. Ilustrasi ini memberikan gambaran kepada kita bahwa pertanian organic mempunyai masa depan yang sangat cerah, karena dapat mendukung atau menunjang pelestarian lingkungan. Melalui penggunaan kompos, penggunaan pupuk anorganik dan penggunaan pestisida kimia dapat dikurangi atau dihapuskan sama sekali ketika keseimbangan baru mikroba tanah telah kembali seperti semula.
Kompos juga dapat difermentasi dengan menambahkan air atau urin dari usaha peternakan untuk membilas mikroba antagonis yang ada didalamnya dan dapat dikemas menjadi pupuk organic cair yang berisi komponen biopestisida. Produk ini sering disebut dengan teh kompos (compost tea). Aplikasi teh kompos ini persis sama dengan aplikasi pestisida kimia yang dilarutkan dalam air. Perbedaanya adalah teh kompos berbasis bahan organic yang mudah terurai dan lebih aman dalam pemakaian, sedangkan pestisida mengandung bahan kimia berbahaya dengan waktu peluruhan yang panjang. Pemakaian teh kompos ini telah banyak diterapkan di negara maju untuk menganggulangi penyakit infeksi patogen daun dan batang tanaman. Pada gambar berikut ditunjukkan proses pengkomposan yang dilakukan di Australia dan di Bali.
Tampak jelas pada gambar bahwa penanganan sampah organic masih setengah hati di Indonesia. Sementara itu, di Australia pengkomposan ini menjadi industri besar untuk pemenuhan kebutuhan pupuk organic pada bidang pertanian atau menjalankan hobi menanam tanaman hias di dalam ruangan, seperti lobby hotel. Kompos ini juga dapat dikemas dengan kemasan khusus dan gambar menarik, sehingga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dan menjadi usaha rumahan yang menjanjikan.
Pada bagian akhir tulisan ini, penulis ingin menkankan bahwa sistem pertanian organic mempunyai peran yang sangat signifikan dan sentral dalam meningkatkan kualitas lingkungan dengan cara mengurangi atau menghapuskan penggunaan senyawa kimia dalam bidang pertanian. Beberapa manfaat jangka panjang penerapan pertanian organic adalah:
- Tidak menimbulkan limbah ikutan yang membahayakan lingkungan (side products), karena bahan organic yang dipakai akan mudah terurai oleh mikroba tanah.
- Penggunaan kompos sebagai pupuk organic dapat mengatasi dua permasalah lingkungan sekaligus, yaitu mengurangi/mengeliminasi luaran sampah organic menuju TPA (tempat pembuangan akhir) dan memperoleh manfaatnya sebagai pupuk organic dan pengembangan biopestisida.
- Menjaga kelestarian lingkungan dengan cara mengurangi pencemaran bahan kimia pada sistem perairan.
PROFILE PENULIS
Yan Ramona, Ph.D.
Dosen pada Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Udayana
Email : yan_ramona@unud.ac.id